BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada suatu negara yang sedang
berkembang, peranan para wirausahawan tidak dapat diabaikan terutama dalam
melaksanakan pembangunan. Suatu bangsa akan berkembang lebih cepat apabila
memiliki para wirausahawan yang dapat berkreasi serta melakukan inovasi secara
optimal yaitu mewujudkan gagasan-gagasan baru menjadi kegiatan yang nyata dalam
setiap usahanya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang
berusaha dengan giat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Salah satu
peran penting dalam meningkatkan taraf hidup rakyatnya adalah melalui
pendidikan. Hal ini karena, pendidikan merupakan salah satu prasyarat untuk
mempertahankan martabat manusia serta memiliki kesempatan dalam mengembangkan
kemampuan dan membina kehidupannya dalam masyarakat antara lain melalui
pendidikan.
Pembangunan pendidikan nasional
ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya
dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga akan menjadi bangsa yang beradab
dan dapat bersaing di dunia Internasional. Salah satu upaya mewujudkan tujuan
pendidikan itu terutama di sekolah telah dikembangkan dan dilaksanakan
pelajaran kewirausahaan sebagai mata pelajaran. sejalan dengan pendapat Ciputra
yang menyatakan bahwa Pendidikan entrepreneurship akan mampu
menghasilkan dampak nasional yang besar bila kita berhasil mendidik seluruh
bangku sekolah kita dan mampu menghasilkan empat juta entrepreneur baru
dari lulusan lembaga pendidikan Indonesia selama 25 tahun mendatang.
Pendidikan entrepreneurship sejak
dini sebagaimana dikemukakan Ciputra Dari pendapat yang dikemukakan itu patut
disimak bahwa usia memulai bisnis tidaklah ada patokan yang tepat. Oleh karena
itu keinginan individu yang ingin memulai bisnis mereka sejak usia dini
bukanlah hal yang tidak lazim. Di kalangan etnis Tionghoa, pebisnis kawakan di
Indonesia maupun di mancanegara aktivitas bisnis sudah mereka mulai sejak usia
muda melalui pembelajaran dari toko orang tuanya sejak mereka masih di Sekolah
Dasar. Saat mereka merasa ingin memulai aktivitas bisnis sendiri mereka tidak
lagi .bekerja. Pada bisnis orang tuanya tetapi sudah memulai bisnis sendiri. Di
Indonesia etnis lain yang mempunyai motiv berbisnis yang relatif tinggi dapat
dilihat pada etnis antara lain Minang, Bugis dan Madura. Terbentuknya calon
pebisnis baru di sebuah Negara menjadi penting karena akan melahirkan
pebisnis-pebisnis tangguh yang akan membuat pertumbuhan ekonomi negara itu
menjadi lebih baik. Terbatasnya lapangan kerja akibat laju pertumbuhan angkatan
kerja yang tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekonomi, penyebaran tenaga
kerja yang tidak merata dan sikap mental wirausaha para lulusan sekolah
kejuruan dan non kejuruan yang tidak terbina dengan baik, memerlukan pemecahan
yang cukup serius.
Sebagaimana diketahui salah satu
tujuan kebijaksanaan pembangunan nasional adalah meningkatkan produksi yang
disertai dengan penciptaan lapangan kerja baru yang seluas-luasnya dan
penyebaran pendapatan yang lebih merata. Berdasarkan uraian di atas, maka sudah
sewajarnya para lulusan sekolah kejuruan diajak untuk memahami secara realistis
keadaan sekarang ini dalam hubungannya dengan masalah kesempatan kerja. Juga
perlu disadari bahwa tanggung jawab mereka tergantung sepenuhnya pada diri
mereka. Pemikiran yang selalu menggantungkan sepenuhnya harapan kepada
pemerintah dan pihak lainnya untuk menyediakan lapangan kerja perlu
disingkirkan. Salah satu alternatif yang menarik untuk memecahkan masalah
ketenagakerjaan ini adalah menumbuhkan sikap mandiri, mengembangkan
pengetahuan, menumbuhkan motivasi dan menanamkan minat berwirausaha terhadap
anak.
Jelaslah bahwa salah satu solusi
untuk mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan pendapatan masyarakat
dalam rangka pengembangan wilayah adalah melalui pengembangan SDM di samping
pengembangan sumber daya lainnya melalui pendidikan formal sebagai sebuah
lembaga untuk menumbuhkan sikap mandiri, mengembangkan pengetahuan, dan
menumbuhkan motivasi serta menanamkan minat berwirausaha kepada anak-anak.
A.
Rumusan Masalah
Mengacu dari uraian latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah pengertian
kewirausahaan?
2) Bagaimana proses pendidikan kewirausahaan di sekolah?
3) Bagaimana cara
memupuk jiwa kewirausahaan sejak dini?
4) Apakah peran
pendidikan dalam pembentukan jiwa wirausaha pada anak?
5) Bagaimana cara
pendidikan kewirausahaan dalam membentuk minat anak?
6) Bagaimana cara
pendidikan kewirausahaan dalam membangun motivasi anak?
7) Apakah perlunya
pendidikan kewirausahaan?
B.
Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengertian kewirausahaan.
2) Untuk mengetahui proses pendidikan kewirausahaan di
sekolah.
3) Untuk mengetahui cara memupuk jiwa kewirausahaan sejak dini.
4) Untuk mengetahui peran pendidikan dalam pembentukan jiwa wirausaha
pada anak.
5) Untuk mengetahui
perlunya pendidikan kewirausahaan.
Teknik penulisan makalah ini berpedoman pada
Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan memiliki kemampuan
untuk hidup mandiri dalam menjalankan
kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang,
menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan
adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang
sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan meruapakan
sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta,
berkarsa dan bersaahaja dalam berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan
dalam kegaitan usahanya atau kiprahnya. Seorang yang memiliki jiwa dan sikap
wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Dari waktu-ke
waktu, hari demi hari, minggu demi minggi selalu mencari peluang untuk
meningkatkan usaha dan kehidupannya. Ia selalu berkreasi dan berinovasi tanpa
berhenti, karena dengan berkreasi dan berinovasi lah semua peluang dapat
diperolehnya. Wirausaha adalah pelaku utama dalam
pembangunan ekonomi dan fungsinya adalah melakukan inovasi atau
kombinasi-kombinasi yang baru untuk sebuah inovasi (Hendro, 2011: 29).
(Wordpress:2010) Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang
dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Pada
hakekatnya semua orang adalah wirausaha dalam arti mampu berdiri sendiri dalam
emnjalankan usahanya dan pekerjaannya guna mencapai tujuan pribadinya,
keluarganya, msaayarakat , bangsa dan negaranya, akan tetapi banyak diantara
kita yang tidak berkarya dan berkarsa untuk mencapai prestasi yang lebih baik
untuk masa depannya, dan ia menjadi ketergantungan pada orang lain, kelompok
lain dan bahkan bangsa dan Negara lainnya. Istilah kewirausahaan, kata dasarnya
berasal dari terjemahan entrepreneur, yang dalam bahasa Inggris di kenal dengan
between taker atau go between.
1.
Konsep Kewirausahaan
Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus
berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan
orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif
atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam
rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Seseorang yang memiliki
karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya.
Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan
usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya.
(Norman:2009), “An entrepreneur is one who creates
a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving
profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary
resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah
orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan
bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil
tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan
kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif
dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha
adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat
kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang
yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah
kewirausahaan identik dengan kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business).
Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik
dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga
dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek
pekerjaan, baik karyawan swasta maupun. Wirausaha adalah mereka yang melakukan
upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu
sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation)
hidup.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila
seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses
kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan
dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001).
Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui
proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat
bersaing.
Nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui
cara-cara sebagai berikut:
a)
Pengembangan
teknologi baru (developing new technology),
b)
Penemuan pengetahuan
baru (discovering new knowledge),
c)
Perbaikan produk
(barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
d)
Penemuan cara-cara
yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber
daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and
services with fewer resources).
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan
kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter
wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar
wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai
perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.
Dengan demikian, ada enam hakikat pentingnya
kewirausahaan, yaitu:
a)
Kewirausahaan adalah
suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis.
b)
Kewirausahaan adalah
suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha.
c)
Kewirausahaan adalah
suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda
(inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
d)
Kewirausahaan adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
e)
Kewirausahaan adalah
suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan
dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha.
f)
Kewirausahaan adalah
usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber
melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa kewirausahaan adalah nilai-nilai yang membentuk karakter dan
perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan
bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan
usahanya. Meredith memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter
wirausaha sebagai orang yang:
a)
Percaya diri
b)
Berorientasi tugas
dan hasil
c)
Berani mengambil
risiko
d)
Berjiwa kepemimpinan
e)
Brorientasi ke depan
f)
Keorisinalan.
Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil,
persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak
kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh
keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan
oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa
seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu
dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new
and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan
inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk
memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru
(creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity),
kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan
kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
2.
Pengertian Pendidikan Kewirausahaan
Beberapa
puluh tahun yang lalu ada pendapat yang mengatakan bahwa kewirausahaan tidak
dapat diajarkan. Akan tetapi sekarang ini Enterpreneurship (kewirausahaan)
merupakan mata pelajaran yang dapat diajarkan di sekolah-sekolah dan telah
bertumbuh sangat pesat.Transformasi pengetahuan kewirausahaan telah berkembang
pada akhir-akhir ini. Demikian pula di negara kita pengetahuan kewirausahaan
diajarkan di sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi di berbagai
kursus bisnis. Jadi kesimpulannya kewirausahaan itu dapat diajarkan. Berikanlah
para siswa penanaman sikap-sikap perilaku untuk membuka bisnis kemudian kita
akan membuat mereka menjadi seorang wirausaha yang berbakat (Buchari Alma
2000:5).
Pendidikan
kewirausahaan merupakan salah satu bentuk aplikasi kepedulian dunia pendidikan
terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam pendidikan kewirausahaan diperlihatkan di
antaranya adalah nilai dan bentuk kerja untuk mencapai kesuksesan. Menurut
Suparman Suhamidjaja bahwa:”Pendidikan kewirausahaan adalah pendidikan yang
bertujuan untuk menempa bangsa Indonesia sesuai dengan kepribadian Indonesia
yang berdasarkan Pancasila”. Dalam arti yang lebih luas bahwa pendidikan
kewirausahaan adalah pertolongan untuk membelajarkan manusia Indonesia sehingga
mereka memiliki kekuatan pribadi yang dinamis dan kreatif sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila.
Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan
sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen atau terpisah dari
ilmu-ilmu yang lain:
a)
kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada teori, konsep dan
metode ilmiah yang lengkap
b)
kewirausahaan memiliki dua konsep yaitu
posisi venture start-up dan venture-growth. Ini jelas tidak masuk
dalam frame work general management
cources yang memisahkan management dan
business ownership
c)
kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki
objek tersendiri, yaitu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda
d)
kewirausahaan merupakan alat untuk
menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan atau kesejahteraan
rakyat yang adil dan makmur.
Dari uraian konsep pendidikan kewirausahaan
di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan pada dasarnya terfokus pada
upaya untuk mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam
berkreasi dan inovasi. Oleh sebab itu, objek studi kewirausahaan adalah
nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang diwujudkan dalam bentuk sikap.
Adapun perlunya pendidikan kewirausahaan di
Indonesia menurut R. Djatmiko Danuhadimedjo (1998:77) adalah:
a)
Untuk mengembangkan , memupuk dan membina
bibit atau bakat pengusaha sehingga bibit tersebut lebih berbobot dan selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang mutakhir.
b)
Untuk memberikan kesempatan kepada setiap
manusia supaya sedapat mungkin dan menumbuhkan kepribadian wirausaha.
c)
Pendidikan kewirausahaan menjadi manusia
berwatak dan unggul, memberikan kemampuan untuk membersihkan sikap mental
negatif meningkatkan daya saing dan daya juang.
d)
Dengan demikian apabila kepribadian wirausaha
kita miliki, maka negara kita yang sedang berkembang ini akan dapat menyusul
ketinggalan atau menyamai negara yang sudah maju.
e)
Untuk menumbuhkan cara berpikir yang rasional
dan produktif dalam memanfaatkan waktu dan faktor-faktor modal yang dimiliki
oleh wirausaha tradisional pribumi.
2.2
Pendidikan
Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk
manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter,
pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan
kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh
kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara
bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan
diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan
di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini,
program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai
aspek.
1.
Pendidikan
Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan
pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah
penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya
diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter
wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan
pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi
(materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan
peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai
kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara
mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh
mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan
pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui
sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada
banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua
nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama
pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat.
Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap
dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman
nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada
semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada
penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik
mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang
diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)
nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi
pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata
pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP
dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan
nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai
kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan
menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan
yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan
nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada
dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian
dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima
nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas
keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,
menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan
keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir,
bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan
nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam
silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
a)
Mengkaji SK dan KD
untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
b)
Mencantumkan
nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam
silabus.
c)
Mengembangkan langkah
pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki
kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
d)
Memasukan langkah
pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2. Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra
Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan
di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai
dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara
khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra
kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta
tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri
sendiri, keluarga dan masyarakat.
Misi ekstra kurikuler adalah:
a)
Menyediakan sejumlah kegiatan
yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat,
dan minat mereka
b)
Menyelenggarakan
kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara
bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan
Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di
luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah.
Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter
wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan
sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra
kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan
pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi,
bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan
kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang
pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas,
kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan,
kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan
pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan
terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus
dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya.
Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam
program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah
misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
4.
Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan
pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha,
pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian
kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur
kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang
terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran
tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan
nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model
pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku
wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang
paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses
pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan
penyajian dan k egiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah
dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti.
Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan
ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.
Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah
dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor
dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota
kelompok masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan
kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan
kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan
peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung
jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah
(seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).
7. Pengintegrasian
Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta
didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat
karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan
mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu
membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal
dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang
berada di ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal
sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang
kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh
pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok,
hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam
mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini,
RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi
untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang
terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara
mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi,
langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan
mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya
melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip
ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat.
Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
2.3 Memupuk Jiwa Kewirausahaan Anak Sejak Dini
Kebanyakan orangtua sering memaknai dan
menyikapi kebiasaan konsumtif anak-anak secara negatif. Padahal, apa yang
didengar, dilihat, dan dirasakan anak merupakan pendidikan yang membentuk jiwa
dan kepribadiannya kelak.
Jajan memang sangat identik dengan dunia anak. Ada yang merengek-rengek minta jajan, karena anak tetangga atau teman sekolahnya lagi jajan. Ada juga yang sering jajan, karena mendapat uang saku ekstra dari sang eyang. Tidak hanya itu, anak-anak juga biasanya minta dibelikan mainan ini dan itu. Secara psikologis, kebiasaan ini bisa dimaklumi, karena dunia anak memang dunia bermain, ceria, dan bergembira ria. Yang bisa dilakukan oleh orangtua dan para pengasuh adalah, mengarahkan kebiasaan itu agar bernilai edukasi. Seperti, menanamkan jiwa wirausaha kepada anak sejak usia dini. Sehingga, budaya konsumtif itu bisa berubah menjadi budaya produktif.
Jajan memang sangat identik dengan dunia anak. Ada yang merengek-rengek minta jajan, karena anak tetangga atau teman sekolahnya lagi jajan. Ada juga yang sering jajan, karena mendapat uang saku ekstra dari sang eyang. Tidak hanya itu, anak-anak juga biasanya minta dibelikan mainan ini dan itu. Secara psikologis, kebiasaan ini bisa dimaklumi, karena dunia anak memang dunia bermain, ceria, dan bergembira ria. Yang bisa dilakukan oleh orangtua dan para pengasuh adalah, mengarahkan kebiasaan itu agar bernilai edukasi. Seperti, menanamkan jiwa wirausaha kepada anak sejak usia dini. Sehingga, budaya konsumtif itu bisa berubah menjadi budaya produktif.
Menurut Psikolog Anak, Rina Mutaqinah Taufik,
pendidikan wirausaha untuk anak sejak dini ini sangat baik. Namun sebelumnya,
si anak harus dibekali tentang nilai tanggung jawab, cara mengelola uang secara
sederhana, dan mengelola waktu untuk belajar dan berwirausaha. Misalnya,
mengajarkan anak tanggung jawab ketika buang air kecil ke toilet, dan mengelola
uang jajan yang diberikan—sebagian untuk jajan makanan yang sehat, sebagian
untuk menabung, dan sebagian lagi untuk sedekah. Latihan seperti ini
sudah bisa dilakukan sejak anak berusia dua tahun. Karena, sejak kecil pun anak
sudah mampu berkomunikasi. “Jangan anggap anak tidak mengerti apa-apa dengan mengatakan,
‘Ah, masih anak kecil,’” ujarnya. Sementara itu,
menurut Zainun Mu’tadin, M.Psi, Dosen Psikologi UPI YAI, orangtua harus
menanyakan anaknya hal-hal yang memancing kreativitas. Misalnya, jangan
bertanya 5 x 5 berapa. Tapi, tanyalah berapa kali berapa saja sama dengan 25.
Anak akan dilatih untuk memiliki beberapa alternatif jawaban dan solusi. Dengan
alternatif tersebut, anak mampu mengambil keputusan yang tepat dari berbagai
pilihan yang ada.Tentu saja jiwa wirausaha pada diri anak tidak serta-merta
ada, tapi memerlukan latihan bertahap. Bisa dimulai dari hal-hal kecil dalam
aktivitas keseharian anak. Misalnya, membereskan mainan selesai bermain, rajin
sikat gigi sebelum tidur, dan membereskan tempat tidur. Ini merupakan latihan
untuk berdisiplin, bertanggung jawab, dan awal pengajaran tentang kepemilikan.
Latihan selanjutnya, mengajarkan anak untuk
mampu mengelola uang dengan baik. Latihan yang perlu diajarkan bukan hanya cara
membelanjakan, tapi juga menabung, sedekah, dan mencari uang. Tentu saja cara
ini memerlukan konsistensi orangtua terhadap aturan. Tahap
selanjutnya, si anak mulai diajarkan berbisnis kecil-kecilan. Misalnya, menjual
makanan ringan ke teman-teman sekolahnya. Dengan syarat, orangtua harus
benar-benar melihat kemampuan si anak, agar tidak membebani ketika belajar di
sekolah. “Kalau kita tahu anak bermasalah dalam konsentrasi belajar, sebaiknya
jangan dulu diizinkan,” tegas Zainun. Dengan demikian,
anak akan memiliki keahlian mendasar untuk menjadi seorang pengusaha. Ia akan
belajar mengetahui modal awal, harga jual, dan laba dari penjualan. Secara
mental, akan merangsang kreativitas anak dan membentuk kesadaran bahwa mencari
uang itu tidak mudah. Dan secara tidak langsung, ia juga belajar matematika,
marketing, komunikasi, dan lain sebagainya.
Indonesia sebagai negara besar yang memiliki
penduduk sekitar 230 juta jiwa masih sangat minim memiliki wirausahawan.
Berdasar data, hanya sekitar 0,18% penduduk Indonesia dari total penduduk yang
merupakan wirausahawan. Padahal secara konsensus, sebuah negara agar bisa maju,
minimal harus memiliki wirausahawan minimal 2% dari total penduduknya. Peluang
untuk tumbuhnya wirausahawan di negeri ini sebenarnya cukup besar, namun
anehnya pengangguran dari waktu ke waktu justru makin meningkat. Salah satu
penyumbang besar pengangguran dan terus mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu adalah mereka yang berstatus sarjana. Dunia wirausaha menjadi pilihan
ke-2 setelah menjadi karyawan, baik itu karyawan PNS maupun swasta. Sepertinya
telah terjadi sesuatu secara sistematis di negri ini. Kenapa, karena di jaman nenek moyang kita, jarang kita menemukan
pengangguran, hampir semua masyarakat berkarya sebagai, petani,
nelayan, pedagang atau profesi lain. Sepertinya ada
pergeseran budaya di masyarakat kita. Dahulu, pekerjaan diwariskan dari orang
tua turun temurun. Tidak seperti sekarang, pekerjaan dicari, dilamar, dan
kemudian diterima atau ditolak.
1. Proses Pembelajaran kewirausahaan (Entrepreneurial Learning)
Dalam teori siklus pembelajaran,
Munford (1995) menyatakan bahwa pembelajaran didapat dari proses pembelajaran
atas pengalaman yang didapat dalam aktivitas sehari-hari yang kemudian
disimpulkan dan menjadi konsep maupun sistim nilai yang dipergunakan untuk
keberhasilan dimasa yang akan datang. Hall menyatakan bahwa dalam jangka pendek
pembelajaran akan merubah sikap dan kinerja seseorang, sedangkan dalam jangka
panjang mampu menumbuhkan identitas dan daya adaptabilitas seseorang yang
sangat penting bagi keberhasilannya. Cope dan Watt menyatakan bahwa kejadian
kritis (critical-incident) yang dialami wirausaha dalam kegiatan
usahanya sehari-hari mengandung muatan emosional yang sangat tinggi dan
pembelajaran tingkat tinggi. Cope dan Watt menekankan pentingnya pembimbingan
(mentoring) untuk mengintepretasikan kejadian kritis yang dihadapi sebagai
pembelajaran, sehingga hasil pembelajarannya menjadi efektif.
Sulivan menekankan pentingnya client-mentor
matching dalam keberhasilan pembimbingan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan,
keterampilan, dan pembelajaran dapat difasilitasi ketika dibutuhkan wirausaha.
Dengan memperhatikan tingkat siklus hidup wirausaha. Lebih jauh, Rae menggambarkan
bahwa pengembangan kemampuan wirausaha dipengaruhi oleh motivasi, nilai-nilai
individu, kemampuan, pembelajaran, hubungan-hubungan, dan sasaran yang
diinginkannya. Sementara itu Minniti dan Bygrave membuktikan dalam model
dinamis pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan keberhasilan wirausaha akan
memperkaya dan memperbaharui stock of knowledge serta sikap
wirausaha sehingga ia menjadi lebih mampu dalam berwirausaha. Dalam kaitannya
dengan upaya untuk mempertahankan usaha, seorang wirausahawan memerlukan suatu
strategi positioning yang kuat serta konsisten dalam suatu lingkungan
persaingan yang dinamis. Hal ini memerlukan suatu perbaikan yang berkelanjutan
untuk mengelola perubahan tersebut agar efektif sehingga diperlukan suatu
proses pembelajaran baik single-loop learning untuk memperkuat posisi
saat ini maupun double-loop learning untuk menemukan landasan kokoh guna
membangun keunggulan bersaing.
Wright menyebutkan bahwa
“akumulasi pembelajaran” merupakan salah satu harta tak berwujud yang
menjadikan suatu kapabilitas individu atau perusahaan yang tidak dapat ditiru (inimitable),
terutama pengetahuan teknis yang tidak kentara (tacit knowledge). Pendidikan
dan latihan, mentoring dan belajar dari pengalaman merupakan faktor pembentuk
pembelajaran kewirausahaan yang signifikan. Pembelajaran dapat dipandang
sebagai proses perubahan dan pembentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kemampuan seorang wirausahawan, baik melalui pendidikan, pelatihan, mentoring,
ataupun pengalaman.
2.4
Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Jiwa Wirausaha Pada Anak
Pada awal abad 20, entrepreneurship
atau kewirausahaan menjadi satu kajian hangat karena perannya yang penting
dalam pembangunan ekonomi. Adalah Schumpeter yang mengatakan bahwa jika suatu
negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut pertumbuhan ekonominya
tinggi, yang akan melahirkan pembangunan konomi yang tinggi. Jika suatu negara
ingin maju, jumlah entrepreneurnya harus banyak Enterprenuership is driving
force behind economic growth. Kirzner mengatakan bahwa kewirausahaan
merupakan bagian penting dalam pembangunan. Rasionalisasinya adalah jika
seseorang memiliki kewirausahaan, dia akan memiliki karakteristik motivasi/mimpi
yang tinggi (need of achievement), berani mencoba (risk taker),
innovative dan independence. Dengan sifatnya ini, dengan sedikit saja
peluang dan kesempatan, dia mampu merubah, menghasilkan sesuatu yang baru,
relasi baru, akumulasi modal, baik berupa perbaikan usaha yang sudah ada (upgrading)
maupun menghasilkan usaha baru. Dengan usaha ini, akan menggerakan
material/bahan baku untuk “berubah bentuk” yang lebih bernilai sehingga
akhirnya konsumen mau membelinya. Pada proses ini akan terjadi pertukaran
barang dan jasa, baik berupa sumber daya alam, uang, sumber daya sosial, kesempatan
maupun sumber daya manusia. Dalam ilmu ekonomi, jika terjadi hal demikian, itu
berarti ada pertumbuhan ekonomi, dan jika ada pertumbuhan ekonomi berarti ada
pembangunan.
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya
dalam memahami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakanbahwa seorang wirausaha lebih memiliki
streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang
wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart)
dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart). Pandangan
ini masih perlu dibuktikan kebenarannya. Jika pendapat tersebut benar maka secara
tidak langsung usaha-usaha yang dilakukan untuk mendorong lahirnya jiwa kewirausahaan
leat jalur pendidikan formal pada akhirnya sukar untuk berhasil. Terhadap
pendangan di atas, Chruchill memberi sanggahan terhadap pendapat
ini, menurutnya masalah pendidikan sangatlah penting bagi keberhasilan wirausaha.
Bahkan dia mengatakan bahwa kegagalan pertama dari seorang wirausaha adalah
karena dia lebih mengandalkan pengalaman daripada pendidikan. Namun dia juga tidak
menganggap remeh arti pengalaman bagi seoranga wirausaha, baginya sumber kegagalan
kedua adalah jika seorang wirausaha hanya bermodalkan pendidikan tapi miskin
pengalamam lapangan. Oleh karena itu perpaduan antara pendidikan dan
pengalaman adalah faktor utaman yang menentukan keberhasilan wirausaha.
Menurut Eels dam Mas’oed dibandingkan dengan tenaga lain
tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah berkembang dan wawasan berpikir yang lebih luas.
pengalaman adalah faktor utaman yang menentukan keberhasilan wirausaha.
Menurut Eels dam Mas’oed dibandingkan dengan tenaga lain
tenaga terdidik S1 memiliki potensi lebih besar untuk berhasil menjadi seorang wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang telah berkembang dan wawasan berpikir yang lebih luas.
Seorang sarjana juga memiliki dua peran pokok, pertama
sebagai
manajer dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran pertama berupa tindakan untuk
menyelesaikan masalah, sehingga pegnetahuan manajemen dan keteknikan yang
memadai mutalk diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan
merangkai alternatif-alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa pengetahuan keilmuan yang lengkap. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha yang memiliki potensi sukses adalah mereka yang mengerti kegunaan pendidikan untuk menunjang kegiatan seta mau belajar untuk meningkatkan pengetahuan. Lingkungan pendidikan dimanfaatkan oleh wirausaha sebagai sarana untuk mencapai tujuan, pendidikan disini berarti pemahaman suatu masalah yang dilihat dari sudut keilmuan atau teori sebagai landasan berpikir.
manajer dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran pertama berupa tindakan untuk
menyelesaikan masalah, sehingga pegnetahuan manajemen dan keteknikan yang
memadai mutalk diperlukan. Peran kedua menekankan pada perlunya kemampuan
merangkai alternatif-alternatif. Dalam hal ini bekal yang diperlukan berupa pengetahuan keilmuan yang lengkap. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha yang memiliki potensi sukses adalah mereka yang mengerti kegunaan pendidikan untuk menunjang kegiatan seta mau belajar untuk meningkatkan pengetahuan. Lingkungan pendidikan dimanfaatkan oleh wirausaha sebagai sarana untuk mencapai tujuan, pendidikan disini berarti pemahaman suatu masalah yang dilihat dari sudut keilmuan atau teori sebagai landasan berpikir.
2.5
Pendidikan Kewirausahaan
Dalam Membangun Minat Anak
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa
ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan
sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin
besar minatnya. Jika eseorang telah melaksanakan kesungguhannya kepada suatu
objek maka minat ini akan menuntun seseorang untuk memperhatikan lebih rinci
dan mempunyai keinginan untuk ikut atau memiliki objek tersebut. Minat
merupakan salah satu aspek psikis manusia yang mendorongnya untuk memperoleh
sesuatu atau untuk mencapai suatu tujuan, sehingga minat mengandung unsur
keinginan untuk mengetahui dan mempelajari dari sesuatu yang diinginkannya itu
sebagai kebutuhannya.
Minat diartikan sebagai suatu
kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara
situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya
sendiri. Oleh sebab itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan
membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan
kepentingannya sendiri. Minat merupakan suatukeinginan yang cenderung menetap
pada diri seseorang untuk mengarahkan pada suatu pilihan tertentu sebagai
kebutuhannya, kemudian dilanjutkan untuk diwujudkan dalam tindakan nyata dengan
adanya perhatian pada objek yang diinginkannya itu untuk mencari informasi
sebagai wawasan bagi dirinya. Siswa akan mempunyai dorongan yang kuat untuk
berwirausaha apabila menaruh minat yang besar terhadap kegiatan wirausaha.
Dengan adanya minat akan mendorong siswa untuk melakukan suatu aktivitas
tertentu, karena di dalam minat terkandung unsur motivasi atau dorongan yang
menyebabkan siswa melakukanaktivitas sesuai dengan tujuan. Kuatnya dorongan
bagi diri seseorang dapat berubahubah sewaktu-waktu. Perubahan tersebut terjadi
karena kepuasan kebutuhan yakni seseorang telah mencapai kepuasan atas
kebutuhannya. Dengan demikian dorongan kuat untuk melakukan kegiatan
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Apabila kebutuhan terpenuhi, maka akan
timbul kepuasan, sedangkan kepuasan itu sendiri sifatnya menyenangkan. Hal ini
berarti bahwa dorongan untuk berhubungan lebih aktif dengan obyek yang menarik
ini disertai dengan perasaan senang.
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi minat siswa untuk
berwirausaha, diantaranya:
a)
Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan
seseorang mampu untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan
adanya kemauan seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan suatu hal yang
baik.
b)
Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh
minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya
juang untuk meraih yang ingin dicapai. Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk
mau berwirausaha, maka siswa tersebut mempunyai minat untuk berwirausaha.
c)
Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keluarga, maka peran
keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat anak. Orang tua merupakan
pendidik pertama dan sebagai tumpuan dalam bimbingan kasih sayang yang utama.
Maka orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian
terhadap seorang anak. Dengan demikian mengingat pentingnya pendidikan di
lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga terhadap anak dapat
mempengaruhi apa yang diminati oleh anak.
d) Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru.
Jadi pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa yaitu proses
pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam kehidupan di
lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga dapat
memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya.
Sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya
adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang berguna (Suprapto, 2007).
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besarnya minat yang timbul dari dalam
maupun luar diri siswa terhadap sesuatu yaitu minat berwirausaha.
2.6
Pendidika Kewirausahaan Dalam Membangun
Motivasi Anak
Motivasi adalah proses
membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi
merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan
tertentu. Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan berbagai upaya
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Motivasi dapat dicermati dari ketegangan
yang dialami oleh individu, semakin besar ketegangan, semakin tinggi tingkat
upaya yang ditunjukkan individu dalam mencapai tujuannya. Motivasi berasal dari
kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Pentingnya
motivasi adalah karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil
yang optimal (Hasibuan, 2005).
Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang dan dapat merupakan tujuan dan
alat dalam pembelajaran serta berkaitan dengan minat. Motivasi bisa bersifat
internal, artinya datang dari dirinya sendiri; dapat juga bersifat external
yaitu dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Oleh karena itu, memahami
motivasi yang ada pada individu patut juga memahami beberapa teori yang
dikemukakan oleh para pakar. Teori motivasi telah muncul sejak dasawarsa 1950
saat konsep-konsep motivasi ditulis dan menjadi acuan banyak pihak. Tiga teori
motivasi (klasik) dikenal dengan teori hirarkhi kebutuhan dari Abraham Maslow,
Teori X dan Y dari Douglas McGregor dan Teori Motivasi Higienis dari Frederick
Herzberg. Selain Teori motivasi (klasik) dikenal juga Teori Kontemporer yang menyertai
Teori motivasi (klasik). Teori kontemporer motivasi antara lain Teori ERG (existence,
relatedness, growth) yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer dari Universitas
Yale. Teori lain berasal dari David McClelland yang mengemukakan tentang
motivasi berprestasi. Teori ini mengungkap bahwa diri manusia ada tiga hal penting
yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi dan kebutuhan berkuasa. Dua teori
motivasi kontemporer yang telah disebut di atas lazim digunakan untuk mengamati,
mempelajari, menganalisis dan memahami perilaku individu saat ia melakukan
aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu aspek motivasi menjadi sangat relevan
bila kita ingin mengetahui motivasi individu dalam berwirausaha.
Dalam berwirausaha peran
motivasi, terutama motivasi untuk berhasil menjadi sangat penting. Sebab di
dalam motivasi terdapat sejumlah motif yang akan menjadi pendorong (drive/stimulus)
tercapainya keberhasilan. Apalagi di dalam motivasi berwirausaha diperlukan
daya juang untuk sukses, mau belajar melihat keberhasilan orang lain, memiliki
dorongan kuat untuk mengatasi semua kendala dalam berwirausaha. Pasalnya,
keberhasilan berwirausaha tidak dengan seketika diperoleh. Itu sebabnya bagi
para pemula atau pebisnis kawakan aspek-aspek yang disebutkan tadi penting
dimiliki dan menjadi modal untuk meraih sukses. Jadi, motif adalah daya
penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai
tujuan tertentu. Sebab sejumlah motif akan membentuk menjadi motivasi yang
bersumber dari kebutuhan individu. Oleh karena itu, untuk memahami motivasi
perlu untuk memahami berbagai jenis kebutuhan. Hal itu sejalan dengan teori
hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) dari Abraham Maslow, yang terdiri
dari: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan terhadap harga diri, kebutuhan akan aktualisasi (Iskandar, 2009).
Untuk beralih ke tingkat
kebutuhan yang lebih tinggi, individu terlebih dahulu terpuaskan pada tingkat
kebutuhan sebelumnya. Tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul apabila
tingkat kebutuhan yang lebih rendah telah terpuaskan. Berdasarkan teori ini
kelima tingkatan kebutuhan tersebut merupakan motivator bagi seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Pada hakekatnya tingkah laku manusia ditentukan oleh
keinginannya untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Tindakan yang dilakukan
selalu dipengaruhi oleh dorongan baik berasal dari dalam dirinya maupun dorongan
yang berasal dari luar dirinya yang juga disebut motif.
Pengertian motivasi seperti yang
dikemukakan di atas mengacu pada timbulnya dorongan. Sedangkan berwirausaha
merupakan salah satu objek pekerjaan di samping pekerjaan lain, yakni pegawai
negeri atau pegawai swasta. Dengan demikian motivasi berwirausaha diartikan
sebagai tenaga dorongan yang menyebabkan siswa melakukan suatu kegiatan
berwirausaha. Dengan demikian adanya perasaan senang yang menyertai timbulnya
motivasi berwirausaha. Rangsangan-rangsangan dari objek wirausaha akan
menumbuhkan motivasi dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan dan
motor untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Suatu perbuatan dimulai dengan
adanya ketidakseimbangan dalam diri seseorang. Keadaan tidak seimbang ini tidak
menyenangkan sehingga timbul kebutuhan untuk menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
Kebutuhan ini menimbulkan
dorongan atau motif untuk berbuat sesuatu. Setelah perbuatan tersebut dilakukan
maka tercapai keadaan seimbang dalam diri siswa. Kebutuhan yang sudah tercapai
dengan hasil baik akan memberikan kepuasan dan timbulnya rasa puas pada diri
siswa akan diikuti perasaan senang. Akan tetapi keseimbangan tersebut tidak
berlangsung untuk selamanya karena akan timbul ketidakseimbangan baru yang
menyebabkan proses motivasi di atas diulangi. Keberhasilan usaha dalam bidang
wirausaha terletak pada sejauhmana motivasi berprestasi dalam berwirausaha
menjiwai usahanya. Semakin tinggi motivasi berprestasi dalam berwirausaha akan
semakin menunjang keberhasilan usaha yang dicapai. Karena dengan motivasi
berwirausaha yang tinggi akan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi
dan akan mampu menciptakan jalan keluar dari kesulitan. Selain itu akan selalu
didorong oleh pemikiran optimis, semangat kerja, ulet dan menggunakan program
dalam mencapai tujuan di bidang usahanya, kegiatannya dilaksanakan dengan
teratur dan bertanggung jawab.
Siswa yang memiliki motivasi
berwirausaha tinggi, berarti mempunyai kemauan untuk berhasil dalam
berwirausaha. Dengan pertimbangan siswa-siswi belum terjun secara aktif dalam
kegiatan wirausaha sehingga tidaklah mungkin mengukur perilakunya dalam
berwirausaha dan dengan asumsi bahwa sikap berwirausaha sangat dekat dengan
perilaku dalam bidang berwirausaha, maka berdasarkan teori dan hasil-hasil
penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
berwirausaha mempengaruhi sikap berwirausaha.
2.7 Perlunya Pendidikan Kewirausahaan
Kewirausahaan tidak muncul secara mendadak, akan tetapi
melalui proses pembelajaran. Perlunya pendidikan kewirausahaan bagi setiap
orang antara lain sebagai berikut :
a)
Tenaga-tenaga
wirausaha mempunyai kemampuan luar biasa. Oleh karena itu, sudah sewajarnya
memberikan kesempatan kepada setiap manusia memiliki kepribadian wirausaha.
Ilmu kewirausahaan dapat dibentuk, dilatih, dididik, dikembangkan dan
ditingkatkan jumlahnya.
b)
Seorang yang berjiwa
wirausaha, diri sendirilah yang menjadikan seorang manusia yang berkepribadian
dan berwatak unggul, memberikan kemampuan untuk membersihkan sikap mental
negatif, serta meningkatkan daya saing dan daya juang untuk mencapai kemajuan.
c)
Jiwa kewirausahaan
merupakan salah satu bekal bagi seseorang dalam menjalani kehidupan.
d)
Kewirausahaan adalah
sumber peningkatan mutu kepribadian dan kemampuan usaha. Usaha penggalian
kewirausahaan sangat mutlak diharapkan oleh setiap orang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu
masyarakat dan negara dengan adanya orang-orang yang berjiwa wira-usaha, antara
lain sebagai berikut :
a)
Sebagai generator dan
sumber penciptaan serta perluasan kesempatan kerja.
b)
Sebagai pelaksanaan
pembangunan yang dapat dipercaya integritasnya dan berdedikasi memajukan
lingkungannya.
c)
Sebagai penolong
orang lain agar orang lain mampu membantu dan menolong dirinya.
d)
Sebagai pembayar
pajak yang teratur.
e)
Sebagai sumber tenaga
manusia yang ideal.
Kecenderungan yang
terjadi pada masyarakat, kebanyakan dari mereka lebih menginginkan pekerjaan
yang mapan setelah menyelesaikan pendidikannya. Mereka tidak mau mengawali
kehidupan setelah lulus dengan memulai suatu usaha. Kesuksesan seseorang mereka
lihat dari ukuran seberapa makmur kehidupan orang tersebut, berapa besar gaji
yang diperolehnya, apakah ia sudah memiliki mobil mewah atau rumah yang indah.
Padahal, sukses tidaknya seorang wirausahawan bukan dilihat dari sudut pandang
kemakmuran dan kesejahteraan seseorang. Namun lebih dinilai dari usaha apa yang
telah diperbuat dalam pekerjaannya, baik itu dengan memulai suatu usaha sendiri
atau lewat pekerjaan yang digelutinya.
Pendidikan kewirusahaan
sekarang ini cenderung kepada bagaimana memulai suatu usaha dan mengelola usaha
tersebut dengan baik. Wirausaha bukan berarti harus memiliki suatu usaha.
Wirausahawan secara umum adalah orang-orang yang mampu menjawab
tantangan-tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Bekerja keras
unutk menjawab tantanga-tatangan yang ada dan memanfaatkan peluang-peluang yang
ada dengan sebaik-baiknya tanpa harus melanggar aturan dan etika yang ada.
Pendidikan kewirausahaan
sangatlah penting bagi wirausaha, agar mereka tidak meraba-raba dalam melakukan
bisnis mereka. Dengan adanya pendidikan maka mereka akan mempertimbangkan semua
yang akan mereka lakukan dengan matang. Pendidikan akan membentuk para
wirausahawan atau pebisnis yang handal dan tangguh. Siap menghadapi tantangan
yang akan mereka hadapi. Besar kecilnya resiko akan mereka pertinmbangkan
matang-matang, melakukan segala hal dengan petunjuk yang mereka ketahui tanpa
adanya kebimbangan yang tidak pasti.
1.
Perlunya Pendidikan Kewirausahaan Sejak Dini
Jiwa wirausaha (entrepreneurship) harus ditanamkan
oleh para orang tua dan sekolah ketika anak-anak mereka dalam usia dini.
Kewirausahaan ternyata lebih kepada menggerakkan perubahan mental. Jadi tak
perlu dipertentangkan apakah kemampuan wirausaha itu berkat adanya bakat atau
hasil pendidikan.
Demikian salah satu kesimpulan yang terungkap dalam Parenting Seminar yang diselenggarakan Universitas Paramadina, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah CEO PT Graha Layar Prima Ananda Siregar, pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa Mien R Uno, dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT Komunikasi Kinerja, Noke Kiroyan. Mien Uno mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan andal dibutuhkan sebuah karakter unggul.
Demikian salah satu kesimpulan yang terungkap dalam Parenting Seminar yang diselenggarakan Universitas Paramadina, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sebagai pembicara dalam seminar tersebut adalah CEO PT Graha Layar Prima Ananda Siregar, pakar kepribadian sekaligus Presiden Direktur Lembaga Pendidikan Duta Bangsa Mien R Uno, dan Presiden Direktur Kiroyan Kuhon Partners/PT Komunikasi Kinerja, Noke Kiroyan. Mien Uno mengatakan bahwa untuk menjadi wirausahawan andal dibutuhkan sebuah karakter unggul.
Karakter unggul tersebut adalah pengenalan terhadap diri
sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan
permasalahan (problem solving), dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di
berbagai lingkungan, menghargai waktu (time orientation), empati, mau berbagi
dengan orang lain, mampu mengatasi stres, bisa mengendalikan emosi, dan mampu
membuat keputusan. Karakter tersebut, masih menurut Mien Uno, akan terbentuk
melalui sebuah proses yang panjang. Dalam proses ini,
orang tua anak perlu mengambil peranan. Orang tua perlu menyupervisi anak
dengan memberi contoh yang baik dan menjaga agar ucapannya sama dengan
tindakan. Selain itu, orang tua ikut memotivasi anak, mengevaluasi, dan
memberikan apresiasi atas prestasi anak. Membangun jiwa kewirausahaan memang
sangat penting, lebih-lebih dengan meningkatnya angka pengangguran terdidik.
Kriteria pengangguran terdidik adalah para lulusan
perguruan tinggi,baik D-1,D-2,D-3,S-1,S-2 maupun S-3 yang belum mendapatkan
pekerjaan dan tentunya mereka berpredikat sebagai pencari kerja. Menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS) 2007, jika pengangguran terdidik mencapai 6,16%
atau 673.628 orang pada Agustus 2006, jumlah tersebut naik menjadi 7,02% atau
740.206 orang pada Februari 2007. Mengutip pendapat sosiolog David Mc Celland,
suatu negara bisa menjadi makmur manakala memiliki sedikitnya dua persen
entrepreuneur (wirausahawan) dari jumlah penduduk. Dari data statistik BPS
(2007), Indonesia baru memiliki 400.000 wiraswastawan atau 0,18 persen dari
jumlah penduduk. Untuk itu, Indonesia perlu secara serius mempersiapkan
lahirnya generasi entrepreuneur untuk mencapai kemajuan ekonomi yang pesat.
Bagi sebagian orang, pendidikan bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan untuk berwirausaha. Seseorang memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, berarti akan banyak kesempatan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat berbagai peluang bisnis yang ada.
Bagi sebagian orang, pendidikan bisa menjadi faktor pendorong kesuksesan untuk berwirausaha. Seseorang memang tidak perlu berpredikat sarjana untuk menjadi pengusaha, tetapi dengan latar belakang pendidikan akademik, berarti akan banyak kesempatan terbuka karena lebih luas wawasannya dalam melihat berbagai peluang bisnis yang ada.
Problem utama dalam membangun jiwa kewirausahaan adalah
kurangnya kesadaran akan arti penting dan urgensinya menjadi pemuda yang
mandiri dan berwirausaha. Kini masih banyak pemuda terdidik dari organisasi
kepemudaan yang lebih berorientasi kepada pergerakan politik dan kekuasaan
karena mereka cenderung memilih cara instan untuk menjadi terkenal dan politisi
andal, tetapi dari aspek ekonomi mereka jauh tertinggal. Jadi, tahap awal yang
harus dilakukan dalam memberdayakan pemuda adalah membangun jiwa pemuda yang
mandiri dan menanamkan semangat hidup berwirausaha agar kemandirian mudah
dibangun. Berarti pendidikan dalam konteks ini mestinya bukan sekadar untuk
mencetak generasi terampil serta memiliki kompetensi tinggi, tetapi juga harus
mampu mencetak generasi dengan jiwa wirausaha.
Ikon bahwa sekolah hanya mencari ilmu, lantas mencari pekerjaan, harus diubah menjadi mencari ilmu dan mengaplikasikannya di lapangan. Dengan demikian, pendidikan nasional harus mampu membawa generasi terdidik untuk menciptakan pekerjaan.
Ikon bahwa sekolah hanya mencari ilmu, lantas mencari pekerjaan, harus diubah menjadi mencari ilmu dan mengaplikasikannya di lapangan. Dengan demikian, pendidikan nasional harus mampu membawa generasi terdidik untuk menciptakan pekerjaan.
Pendidikan kewirausahaan yang diajarkan sejak SD bisa
mengubah tipe pendidikan nasional kita yang sudah terlanjur menjadi birokrasi
minded karena melulu difokuskan untuk mencetak generasi baru yang hanya untuk
mengisi kantor-kantor saja. Dengan fakta angka pengangguran terdidik yang makin
melonjak dari tahun ke tahun, kini tipe pendidikan birokrasi minded tidak layak
dibiarkan terus-menerus. Sekarang saatnya anak-anak sejak SD diajari untuk
mengenal berbagai jenis kewirausahaan, sebagai alternatif menghadapi masa depan
di luar cita-cita menjadi pegawai kantor. Mental priyayi
sebagai konsekuensi dari birokrasi minded, yang selama ini menjadi tipe
pendidikan nasional kita, harus mulai dihapus. Sebab faktanya menunjukkan,
lowongan pekerjaan di kantor selalu terbatas. Sebaliknya, peluang kerja di luar
kantor terbuka lebar untuk semua generasi.
Jika pendidikan nasional dibiarkan bertipe birokrasi
minded, dikhawatirkan hanya akan menambah angka pengangguran terdidik dari
tahun ke tahun. Masih terlalu banyak lulusan perguruan tinggi yang bermental
priyayi, sehingga tidak bersedia merintis usaha kecil dan memilih menganggur
sambil mondar-mandir keluar masuk kantor menawarkan surat lamaran kerja yang
dilampiri ijasah sarjananya. Jika generasi muda dibiarkan bermental priyayi,
ujung-ujungnya banyak di antara mereka yang hanya akan menjadi kuli di negara
lain, sehingga makin menguatkan citra Indonesia sebagai bangsa kuli. Hal ini
hanya bisa dihentikan dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada
anak-anak sejak SD. Betapa mental priyayi banyak dimiliki jajaran pendidik
kita, sehingga bisa menjadi kendala untuk mengajarkan pendidikan kewirausahaan
di sekolah-sekolah.
Jadi, kendala utama untuk mengajarkan pendidikan
kewirausahaan di sekolah terletak pada guru-guru di sekolah. Hal ini hanya bisa
diatasi dengan poltical will dari pemerintah dalam bentuk instruksi resmi dari
otoritas pendidikan (Depdiknas) kepada kepala-kepala sekolah agar mengajarkan
pendidikan kewirausahaan.
2.
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Kewirausahaan
Paradigma kewirausahaan saat ini terus diwacanakan dan
bahkan telah menjadi bagian dari motto sejumlah lembaga pendidikan. Kelas
kewirausahaan diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal kita khususnya
universitas. Melalui pendidikan kewirausahaan yang terarah dan sistemik dengan
komitmen sepenuh hati dari segenap civitas akademika di perguruan tinggi
diharapkan nantinya lulusan S1 mampu menciptakan lapangan kerja bagi para
pencari kerja atau minimal bagi dirinya sendiri.
Dengan demikian mereka menjadi insan-insan akademik
yang mandiri dan mampu mensejahterakan dirinya dan orang lain. Mereka percaya
diri untuk menumbuhkembangkan usahanya dan tidak berorientasi menjadi pegawai
yang selama ini merupakan fenomena umum terjadi pada diri sebagian besar
lulusan perguruan tinggi. Peluang untuk membuka lapangan kerja masih terbuka
lebar bagi para mahasiswa yang mempunyai minat dan jiwa entrepreneurship
tinggi. Dukungan segenap civitas akademika diperlukan agar menjadikan mahasiswa
siap berwirausaha.
Di kalangan perguruan tinggi negeri seperti dj
Universitas Brawijaya dewasa ini tersedia alokasi anggaran melalui program
kewirausahaan mahasiswa (PKM). Berbagai kegiatan yang mendorong terjadinya
kreativitas mahasiswa di bidang kewirausahaan perlu selalu digalakkan. Mengundang
dunia usaha dan industri menjalin kerjasama dengan universitas dalam
pengembangan jasa atau produk-produk yang diciptkaan mahasiswa merupakan
sesuatu yang niscaya. .Kemudian, kerjasama antara pemerintah dan universitas
atas bisnis yang dirintis mahasiswa perlu pula diwujudnyatakan - sebagaimana
bantuan modal UMKM melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat). Pendampingan/mentoring
atau asistensi bisnis serta berbagai bantuan teknis manajerial hingga pelibatan
mahasiswa dalam jaringan bisnis/pemasaran yang tersedia (disediakan) data
informasinya oleh Pemerintah - termasuk dalam hal ini perbankan, asosiasi
bisnis seperti Kadin dan pihak terkait lainnya sangatlah diperlukan untuk
menunjang kerberhasilan usaha yang dirintis mahasiswa.
Pendidikan nasional menyebutkan bahwa negara kita menjadi negara pengekspor
tenaga kerja yang kewirausahaan akan mendorong para pelajar dan mahapeserta
didik agar memulai kurang “kreatif” sehingga berbagai permasalahan yang harus
dihadapi mereka. mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir yang
selalu beorientasi Sementara hampir 45% tanaga kerja kita saat ini tidak lulus
Sekolah Dasar. Akibatnya, menjadi karyawan diputar balik menjadi berorientasi
untuk mencari karyawan. Dengan produktivitas mereka juga rendah. Hal ini lebih
lanjut berakibat pada rendahnya daya demikian kewirausahaan dapat diajarkan
melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan saing Republik ini dibandingkan
dengan negara-negara tetangga kita seperti Thailand, yang akan membentuk
karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para peserta Vietnam, Malaysia,
Cina, dan lebih-lebih lagi Singapore. Pada tataran psikologis didik kelak dapat
mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha. semua orang mempunyai banyak
sedikitnya potensi intrepreneur, namun potensi ini tidak akan muncul optimal
atau bahkan hilang sama sekali jika tidak dikembangkan Hal yang tidak bisa
dilupakan dan dirasakan sangat penting dalam konteks pendidikan iklim yang
sesuai dengan perkembangan potensi itu.
Pendidikan yang intelektualitas yang
berwawasan kewirausahaan di sekolah yaitu bahwa Kementerian Pendidikan yang
cenderung sangat bersifat formal dengan membiarkan kemampuan kreativitas dan
Nasional juga perlu membuat kerangka pengembangan kewirausahaan yang ditujukan
inovasi peserta didik antara lain yang menyebabkan kondisi sosio-psikologis
ini. Kata bagi kalangan pendidik dan kepala sekolah. Mereka adalah agen
perubahan ditingkat kuncinya adalah pendidikan entrepreneur menjadi sebuah
keniscayaan. sekolah yang diharapkan mampu menanamkan karakter dan perilaku
wirausaha bagi jajaran dan peserta didiknya. Pendidikan yang berwawasan
kewirausahan ditandai Pendidikan kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh
dan berkembangnya dengan proses pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan
metodologi kearah potensi kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai
kewirausahaan akan menjadi pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada
peserta didiknya melalui kurikulum karakteristik peserta didik yang dapat
digunakannya dalam bersosialisasi dan terintegrasi yang dikembangkan di
sekolah. berinteraksi dengan lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki
karakter kreatif, inovatif, bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu.
Pendidikan Kewirausahaan dalam Perspektif
Sosio-Psikologis. kontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia
Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan
sangat berorientasi pada Analisis pascakolonial mengenai pendidikan menunjukan
bahwa Indonesia belum sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi
mindset peserta didik dapat melepaskan diri dari tujuan pendidikan kolonial,
yaitu menjadi pegawai dan tentang tujuan dan orientasi mengikuti pendidikan
untuk menjadi pegawai negeri. bukan menjadi seseorang yang dapat berdiri
sendiri. Kondisi sosio-psikologis ini Pendidikan kewirausahaan juga
mempersiapakan peserta didik memiliki sikap sepertinya memberikan implikasi
dalam tataran kehidupan sosial.
Dewasa ini terdapat kewirausahaan dan mampu
mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk menghadapi kecenderungan semakin
tinggi seseorang mendapat pendidikan semakin besar masa depannya dengan segala
problematikanya. Ini berarti pendidikan kewirausahaan kemungkinannya jadi
penganggur. Apa yang menyebabkan republik yang kaya raya bersamaan dengan
substansi pendidikan lainnya akan mereduksi sejumlah persoalan sumber daya
alamnya ini namun masih tergolong negara berkembang yang miskin. sosiologis
yang terkait dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. Sebab itu, kemampuan
sumber daya manusia yang pengembangan pendidikan kewirausahaan ini harus
memperhatikan suasana psikologis tidak dapat memanfaatkan kekayaan alamnya itu.
Setiap tahun angka kemiskinan relatif dan iklim sosial. bertambah,
penggangguran tidak berkurang yang tentu saja memberikan implikasi lain bagi
kehidupan sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Pengertian Kewirausahaan
Ø
Wirausaha adalah seseorang yang bebas dan
memiliki kemampuan untuk hidup mandiri dalam menjalankan
kegiatan usahanya atau bisnisnya atau hidupnya. Ia bebas merancang,
menentukan mengelola, mengendalikan semua usahanya. Sedangkan kewirausahaan
adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang
sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain.
Ø
Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu
bentuk aplikasi kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di
dalam pendidikan kewirausahaan diperlihatkan di antaranya adalah nilai dan
bentuk kerja untuk mencapai kesuksesan.
2.
Pendidikan
Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk
manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter,
pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan
kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan
pendidikan di sekolah. Pendidikan
kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi
jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan
kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Memupuk Jiwa
Kewirausahaan Anak sejak Dini
Jiwa wirausaha pada diri anak tidak serta-merta ada, tapi
memerlukan latihan bertahap. Bisa dimulai dari hal-hal kecil dalam aktivitas
keseharian anak. Misalnya, membereskan mainan selesai bermain, rajin sikat gigi
sebelum tidur, dan membereskan tempat tidur. Ini merupakan latihan untuk
berdisiplin, bertanggung jawab, dan awal pengajaran tentang kepemilikan. Latihan
selanjutnya, mengajarkan anak untuk mampu mengelola uang dengan baik. Latihan
yang perlu diajarkan bukan hanya cara membelanjakan, tapi juga menabung,
sedekah, dan mencari uang. Tentu saja cara ini memerlukan konsistensi orangtua
terhadap aturan.
4.
Peran Pendidikan Dalam Pembentukan Jiwa Wirausaha Pada Anak
Meskipun seorang wirausaha belajar dari lingkungannya
dalam memahami dunia wirausaha, namun ada pendapat yang mengatakanbahwa seorang wirausaha lebih memiliki
streetsmart daripada booksmart, maksudnya adalah seorang
wirausaha lebih mengutamakan untuk belajar dari pengalaman (streetsmart)
dibandingkan dengan belajar dari buku dan pendidikan formal (booksmart).
5.
Pendidikan
Kewirausahaan Dalam Membangun Minat Anak
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat siswa untuk berwirausaha,
diantaranya:
a)
Kemauan
Kemauan adalah suatu kegiatan yang
menyebabkan seseorang mampu untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan
tertentu. Dengan adanya kemauan seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan
suatu hal yang baik.
b)
Ketertarikan
Ketertarikan adalah perasaan senang,
terpikat, menaruh minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri
seseorang maka ada daya juang untuk meraih yang ingin dicapai. Dalam hal ini
adalah ketertarikan untuk mau berwirausaha, maka siswa tersebut mempunyai minat
untuk berwirausaha.
c)
Lingkungan Keluarga
Berkaitan dengan lingkungan keluarga,
maka peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat anak. Orang tua
merupakan pendidik pertama dan sebagai tumpuan dalam bimbingan kasih sayang
yang utama. Maka orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna
kepribadian terhadap seorang anak. Dengan demikian mengingat pentingnya
pendidikan di lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga
terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati oleh anak.
d)
Lingkungan Sekolah
Pendidikan di sekolah menjadi
tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan
siswa yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam
kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga
dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya.
Sebagai pendidik dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya
adalah ke arah pengembangan kualitas SDM yang berguna (Suprapto, 2007).
Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besarnya minat yang timbul dari dalam
maupun luar diri siswa terhadap sesuatu yaitu minat berwirausaha.
6.
Pendidika Kewirausahaan Dalam
Membangun Motivasi Anak
Ø
Motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan dan memantapkan
perilaku arah suatu tujuan. Motivasi merupakan hal yang melatar belakangi
individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu.
Ø
Motivasi adalah kesediaan individu untuk mengeluarkan berbagai upaya
dalam memenuhi kebutuhankebutuhannya. Motivasi dapat dicermati dari ketegangan
yang dialami oleh individu, semakin besar ketegangan, semakin tinggi tingkat
upaya yang ditunjukkan individu dalam mencapai tujuannya.
7.
Perlunya Pendidikan Kewirausahaan
Pendidikan kewirausahaan sangatlah penting bagi wirausaha,
agar mereka tidak meraba-raba dalam melakukan bisnis mereka. Dengan adanya
pendidikan maka mereka akan mempertimbangkan semua yang akan mereka lakukan
dengan matang. Pendidikan akan membentuk para wirausahawan atau pebisnis yang
handal dan tangguh. Siap menghadapi tantangan yang akan mereka hadapi. Besar
kecilnya resiko akan mereka pertinmbangkan matang-matang, melakukan segala hal
dengan petunjuk yang mereka ketahui tanpa adanya kebimbangan yang tidak pasti.
DAFTAR RUJUKAN
Badan
Pusat Statistik. 2007. Jumlah
wiraswasta Indonesia . (Online),
(http://www.bps.go.id), diakses 8 Maret 2012.
Hasibuan. 2005. Pengertian
Motivasi. (Online). (http://hasibuan.go.id), diakses 9 Mei 2012.
Hendro.
2011. Dasar-Dasar Kewirausahaan. Panduan
bagi Mahasiswa untuk Mengenal, Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis.
Jakarta: Erlangga.
Iskandar. 2012. Peran
Motivasi Dalam Wirausaha. (Online), (http://blogpendidikan.com/2012/01/01/peran-motivasi-dalam-wirausaha/),
diakses 9 Mei 2012.
Munford,
A. 1995. Learning Style and Mentoring. (Online), (http://gstandi.myflexiland.com/1995/05/23/learning-style-and-mentoring/),
diakses 9 Mei 2012.
Norman, C. 2009. Konsep
Kewirausahaan. (Online). (http://ciptonorman.com), diakses 8 Mei 2012.
Suryana. 2001.
Konsep Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Ide-ide Usaha. (Online). (http://
www.blogekonomi.com) diakses 8 Mei 2012.
Taufik, R. 2011. Mendidik Jiwa Wirausaha Anak Sejak Dini. (Online), (http://www.smkdarunnajah.sch.id/2011/09/21/mendidik-jiwa-wirausaha-anak-sejak-dini/), diakses 7 Mei 2012.
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah:
Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel,
Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Wordprees. 2011. Konsep Kewirausahaan Dan Pendidikan Kewirausahaan. (Online), (http://
khmadsudrajat.wordpress.com/2011/06/29/konsep-kewirausahaan-dan-pendidikan-kewirausahaan/),
diakses 8 Mei 2012.